Jumat, 23 Desember 2016

Mata Hati yang terbuka

Moore  seorang dokter terkenal dan dihormati. Melalui tangannya sudah tak terhitung nyawa yang diselamatkan. Dia tinggal disebuah kota tua di Perancis.

20 tahun yang lalu dia adalah seorang narapidana. Kekasihnya mengkhianati dia, lari ke pelukan lelaki lain. Tidak terima,  dengan emosi dia melukai lelaki tersebut. Jadilah dia dari seorang mahasiswa di universitas terkenal menjadi seorang narapidana. Dia dipenjara selama 3 tahun.

Setelah dia keluar dari penjara, statusnya sebagai bekas narapidana menyulitkannya ketika melamar pekerjaan. Dia menjadi bahan ejekan dan penghinaan. 

Dalam keadaan sakit hati, Moore memutuskan akan menjadi perampok. Dia telah mengincar sebuah rumah di bagian selatan kota yang akan menjadi sasarannya. Penghuni rumah tersebut semuanya pergi bekerja sampai larut malam. Di dalam rumah hanya ada seorang anak kecil buta yang ditinggal sendirian.

Dia pergi kerumah tersebut, mencongkel pintu utama dengan sebuah pisau belati dan masuk kedalam rumah. Sebuah suara lembut bertanya: “Siapa itu ?” Moore sekenanya menjawab: “Saya adalah teman papamu, dia memberikan kunci rumah kepadaku.”

Anak kecil ini sangat gembira, tanpa curiga berkata: “Selamat datang, namaku Kay, tetapi papaku baru sampai ke rumah larut malam. Paman, apakah engkau mau bermain sebentar dengan saya ?”. Dia memandang dengan wajah penuh harapan. Moore lupa pada tujuannya, langsung menyetujui.

Yang membuat dia sangat terheran-heran adalah anak yang berumur 8 tahun dan buta ini dapat bermain piano dengan lancar. Lagu2 yang dimainkannya sangat indah dan gembira. Seorang anak yang normal pun harus melakukan upaya yang besar untuk sampai ke tingkat kemahiran seperti anak buta ini.

Setelah selesai bermain piano, anak ini mengajak membuat lukisan seperti matahari, bunga dll. Dunia anak buta ini rupanya tidak kosong. Walaupun lukisannya kelihatannya sangat canggung. Yang bulat dan persegi tidak dapat dibedakan, tetapi dia melukis dengan sangat serius dan tulus.

“Paman, apakah matahari seperti ini ?” Moore tiba-tiba merasa sangat terharu, lalu dia melukis di telapak tangan anak ini beberapa bulatan, “Matahari bentuknya bulat dan terang, dan warnanya keemasan.”
“Paman, apa warna keemasan itu ?” dia mendongakkan wajahnya yang mungil bertanya. Moore terdiam sejenak, lalu membawanya ke tempat terik matahari, “Emas adalah sebuah warna yang penuh vitalitas. Bisa membuat orang merasa hangat. Seperti kalau kita memakan roti, bisa memberi kita kekuatan.”

Anak buta ini tangannya meraba ke empat penjuru dengan gembira. “Paman, saya sudah merasakan, sangat hangat, dia pasti akan sama dengan warna senyuman paman.” Moore dengan penuh sabar menjelaskan kepadanya berbagai warna dan bentuk barang, dia sengaja menggambarkannya dengan hidup, sehingga anak yang penuh daya imajinasi ini mudah mengerti.

Anak buta ini mendengar ceritanya dengan sangat serius, walaupun dia buta, tetapi rasa sentuhan dan pendengaran anak ini lebih tajam dan kuat daripada anak normal, tanpa terasa waktu berlalu dengan cepat.

Akhirnya, Moore teringat tujuan kedatangannya, tetapi Moore sudah tidak berselera lagi untuk merampok.

Berdiri di hadapan Kay dia merasa sangat malu, lalu dia menulis sebuah catatan untuk orang tua Kay:
“Tuan dan nyonya yang terhormat, maafkan saya mencongkel pintu rumah kalian. Kalian adalah orang tua yang hebat, dapat mendidik anak yang demikian baik. Walaupun matanya buta, tetapi hatinya sangat terang. Dia mengajarkan kepada saya banyak hal, dan membuka pintu hati saya.”

Tiga tahun kemudian, Moore menyelesaikan kuliahnya di kedokteran yang sempat terbengkalai, dan memulai karirnya sebagai seorang dokter.

Enam tahun kemudian, dia dan rekan-rekannya mengoperasi mata Kay, sehingga Kay bisa melihat keindahan dunia ini. Kay berkembang menjadi seorang pianis terkenal, yang mengadakan konser ke seluruh dunia. Setiap mengadakan konser, Moore berusaha menghadirinya. Duduk disebuah sudut yang tidak mencolok, menyirami jiwanya dengan musik indah yang dimainkan oleh seorang pianis yang telah membukakan mata hatinya.

Ketika mengalami putus asa, bukalah pintu hatimu, maka cahaya harapan akan menyinari hidupmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar